SAPUTRA, EGA YANUAR (2024) ANALISIS YURIDIS PEMILIHAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA. Bachelor thesis, Universitas Nasional.
Text
COVER.pdf Download (7MB) |
|
Text
BAB I.pdf Download (771kB) |
|
Text
BAB II.pdf Download (768kB) |
|
Text
BAB III.pdf Download (683kB) |
|
Text
BAB IV.pdf Download (742kB) |
|
Text
BAB V.pdf Download (437kB) |
|
Text
LAMPIRAN.pdf Download (15MB) |
Abstract
Mekanisme seleksi untuk pemilihan hakim Makamah Konstitusi dibagi kepada tiga Lembaga yaitu yang dilaksanakan oleh Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Mahkamah Agung. Mengenai seleksi hakim Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945 diatur dalam Pasal 24, Pasal 24C ayat (3), (4), dan (6). Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 diatur dalam Pasal 18 ayat (1), (2), Dan Pasal 19 serta Pasal 20 ayat (1) dan (2). Mekanisme pemilihan oleh Mahkamah Agung dilakukan melalui Panitia Seleksi, sebagaimana seperti yang dilakukan pada tahun 2015 melalui Panitia Seleksi Calon Hakim Konstitusi Mahkamah Agung Republik Indonesia. Untuk mekanisme seleksi di DPR, menggunakan Panitia Seleksi juga yang dituangkan dalam bentuk Peraturan, sebagaimana contoh Peraturan DPR No. 2 Tahun 2018 sebagai Perubahan ketiga dari Peraturan DPR No. 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib. Sedangkan untuk Lembaga Pengusul Presiden, hanya dibentuk Panitia Seleksi. Sistem seleksi yang ada belum mewujudkan Peradilan Konstitusi yang independent, mulai dari UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK, frasa-frasa dalam Pasal 19 dan Pasal 20 beserta Penjelasan pasal-pasalnya yang kurang jelas, tidak terinci, cenderung abstrak, serta keleluasaan yang diberikan oleh UU No. 24 Tahun 2003 Tentang MK pada pasal-pasal tersebut menyebabkan Lembaga-lembaga pengusul calon hakim Konstitusi dapat “bermain” di celah kelemahan pasal-pasal tersebut dengan cara membuat mekanisme yang tidak standar, berubah-ubah, ada kolusi antara Lembaga pengusul dengan hakim yang diusulkan Ketika hakim tersebut sudah menjabat sebagai hakim Konstitusi. Untuk masa depan pemilihan hakim Konstitusi, maka perbaikan rumusan Pasal 19 yang mengandung frasa transparan dan partisipatif, penjelasan pengertian transparan dan partisipatif harus dijabarkan lebih rinci, diperluas cakupan transparansinya, termasuk aturan proses tahapan seleksi, dengan sanksi jika tahapan dilanggar oleh Lembaga pengusul hakim Konstitusi. Pasal 20 ayat (1), tata cara atau mekanisme seleksi, harus diperbaiki, tidak diserahkan pada masing-masing Lembaga pengusul, tetapi diatur dalam undang-undang, sehingga ada standar yang jelas dan pasti, dan ada sanksi bagi yang melanggar SOP tersebut. Pasal 20 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2003, frasa “dilaksanakan secara obyektif dan akuntabel” diberi penjelasan secara rinci maksud dari obyektif dan akuntabel tersebut, sehingga praktek pemilihan secara strategis demi kepentingan suatu Lembaga pengusul, kolusi antara Lembaga Presiden dengan DPR dalam memilih hakim Konstitusi dapat dihilangkan, setidaknya diminimalisasi. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normative.
Item Type: | Thesis (Bachelor) |
---|---|
Subjects: | H Social Sciences > HV Social pathology. Social and public welfare J Political Science > JA Political science (General) |
Divisions: | Skripsi > Fakultas Hukum > Program Studi Ilmu Hukum |
Depositing User: | Delvy Aplirizani - |
Date Deposited: | 09 Oct 2024 03:12 |
Last Modified: | 09 Oct 2024 03:12 |
URI: | http://repository.unas.ac.id/id/eprint/12332 |
Actions (login required)
View Item |