SAPUTRA, AFRI DIAN (2025) “DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI NOMOR 135/PDT/2020/PT.DKI DAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NOMOR 167/PDT.G/2020/PN.CBI TERKAIT KEABSAHAN PERJANJIAN YANG DIBUAT TANPA ADANYA PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA". Bachelor thesis, Universitas Nasional.
![]() |
Text
COVER.pdf Download (981kB) |
![]() |
Text
BAB I.pdf Download (782kB) |
![]() |
Text
BAB II.pdf Download (731kB) |
![]() |
Text
BAB III.pdf Download (503kB) |
![]() |
Text
BAB IV.pdf Download (714kB) |
![]() |
Text
BAB V.pdf Download (309kB) |
![]() |
Text
LAMPIRAN.pdf Download (3MB) |
Abstract
Adanya ketentuan wajib penggunaan bahasa Indonesia dalam perjanjian, yang termuat pada Pasal 31 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Beberapa putusan Pengadilan telah memutuskan untuk membatalkan perjanjian karena dianggap bertentangan dengan sebab halal syarat Objektif Pasal 1320 KUH Perdata atau tetap mengizinkan penggunaan bahasa Asing dalam perjanjian. Dalam hal ini, penulis memberikan beberapa rumusan masalah, 1) Bagaimana keabsahan perjanjian yang dibuat tanpa menggunakan bahasa Indonesia berdasarkan Pasal 1320 Kitab UndangUndang Hukum Perdata 2) Bagaimana disparitas terhadap pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan Negeri Nomor 275/Pdt.G/2018/PN Jkt.Tim dan Pengadilan Tinggi Nomor 135/PDT/2020/PT.DKI dengan Putusan iv Pengadilan Negeri Nomor 167/Pdt.G/2020/PN.Cbi. Terkait dengan keharusan perjanjian untuk menggunakan bahasa Indonesia. Peneliti menggunakan metode penelitian Normatif atau studi kepustakaan dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa 1) sebab yang halal merujuk pada isi perjanjian, ini sejalan dengan pernyataan subekti, Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H dan Mariana Sutadi, bahwa "sebab" tidak mengacu pada hal lain selain isi perjanjian. Dengan kata lain, selama isi perjanjian tidak bertentangan dengan hukum, maka perjanjian tetap sah dan penggunaan bahasa Indonesia dalam kewajiban penggunaan bahasa Indonesia dalam Perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 bukan alasan utntuk membatalkan perjanjian. 2) Dalam utusan Nomor 167/Pdt.G/2020/PN.Cbi. Hakim mempertimbangkan aspekaspek yang lebih mendalam dengan tegas memaknai frasa wajib dalam pasal 31 dengan tidak membatalkan perjanjian yang dibuat hanya dengan bahasa Indonesia. Hakim mempertimbangkan KUH Perdata sebagai rujukan dalam memutus sengketa. Sehingga, pertimbangannya didasarkan dengan aturan hukum yang baik
Item Type: | Thesis (Bachelor) |
---|---|
Subjects: | J Political Science > J General legislative and executive papers J Political Science > JC Political theory |
Divisions: | Skripsi > Fakultas Hukum > Program Studi Ilmu Hukum |
Depositing User: | Miss Yulia Zahra Yamini |
Date Deposited: | 17 Jul 2025 04:27 |
Last Modified: | 17 Jul 2025 04:27 |
URI: | http://repository.unas.ac.id/id/eprint/13762 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |